Refleksi Bulan Suci Ramadhan Dalam Penguatan Kode Etik Akuntansi

0
173

Jakarta – Puasa, khususnya dibulan Ramadhan ini sebenarnya merupakan Kawah Candrademuka melalui disiplin yang kuat selama sebulan penuh bagi umat Islam untuk menerapkan nilai-nilai kehandalan dan kejujuran untuk berbuka sebelas bulan lainnya. Selain menahan nafsu makan dan minum, biologi juga menekan kerakusan dan ketamakan. Refleksi utama puasa adalah kejujuran kepada Allah SWT.

Selama satu bulan setiap Muslim, tanpa memandang kaya, miskin, jenis kelamin, pangkat dan status, harus jujur ​​kepada Tuhan karena ini adalah ibadah yang sangat pribadi antara manusia dan Tuhannya. Bisa jadi orang tersebut berbohong untuk menyuruh orang lain dan orang disekitarnya berpuasa untuk menjaga wibawanya padahal sebenarnya tidak ada. Dia bisa berbohong kepada orang lain, tetapi tidak kepada Tuhan. Kejujuran yang diajarkan selama puasa menghasilkan perilaku ihsan, yaitu perilaku yang tulus ikhlas karena Allah semata. Bagaimana Nabi Jibril pernah bertanya tentang arti kebaikan? lalu dia menjawab:

“Hendaknya kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, meskipun kamu tidak melihat-Nya, tetapi Dia tetap melihatmu (HR. Bukhari).

Akuntan Publik adalah salah satu profesi yang dituntut untuk menerapkan integritas dalam melaksanakan tugasnya. Tidak jarang pula seorang Akuntan melakukan kecurangan demi kepuasan dan keuntunga pribadinya. Hal itu terjadi karena sebagai seorang Akuntan kita dihadapkan dengan masalah keuangan baik dalam perhitungan maupun pelaporan yang tidak secara langsung kita dapat dengan mudah tergiur untuk melakukan berbagai kecurangan yang bertentangan dengan kode etik Akuntan. Maka dari itu, sangat penting bagi seorang Akuntan untuk memahami dan memperkuat prinsip kode etik Akuntan.

Krisis Moral yang membayanginya itu mendorong Biro Akuntansi menjadi sorotan berbagai lapisan masyarakat. Bayangan ini didasari oleh berbagai kasus kecurangan akuntansi yang terjadi di berbagai belahan dunia, sehingga profesi ini patut disalahkan. Krisis moral yang cukup fenomenal berawal dari kasus Enron yang melibatkan salah satu kantor akuntan terkemuka dunia yang sempat membuat heboh. Pemerintah menetapkan aturan untuk tata pemerintahan yang baik (Wirajaya, 2014). Kejadian serupa yang terjadi di Indonesia terjadi di organisasi publik dan swasta. Kecurangan ini telah melemahkan organisasi publik di Indonesia dari tingkat pusat hingga tingkat desa.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan lembaga penegak hukum (APH) yang paling banyak menangani korupsi di sektor anggaran yayasan desa, yakni 154 kasus pada 2021, dimana negara bisa rugi Rp 233 miliar. Korupsi anggaran keuangan desa bahkan meningkat sejak 2015. Saat itu hanya ada 17 kasus korupsi anggaran keuangan desa dengan kerugian Rp 40,1 miliar. Kondisi ini juga sejalan dengan temuan ICW terhadap lembaga negara yang paling banyak terlibat kasus korupsi.

Hal ini menunjukkan bahwa virus ini telah melemahkan organisasi publik di Indonesia dari atas hingga bawah. Organisasi swasta di Indonesia juga mengalami hal serupa dengan organisasi publik. Hal itu dibuktikan dengan kasus korupsi Rp 1,3 triliun yang dilakukan perusahaan telekomunikasi Indosat.Tbk. Kasus Indosat. Auditor dari Tbk ini adalah KHT Purwanto, Sungkoro & Surja, partner Ernst & Young (EY) Indonesia. KAP didenda $1 juta oleh regulator AS (https://bisnis.tempo.co). Inilah potret suram skandal keuangan yang terkuak di organisasi publik dan swasta di Indonesia.

Penilaian berbeda atas kasus korupsi yang melemahkan rakyat Indonesia jelas bertentangan dengan kaidah etika akuntan. Kasus ini menjadi pukulan telak bagi akuntansi Indonesia, dimana masyarakat mempercayai profesi ini untuk mendukung penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan tidak merusak harapan masyarakat. Adanya harapan antara masyarakat dengan keadaan auditor yang sebenarnya menjadi tantangan tersendiri bagi profesi ini. Oleh karena itu, diperlukan akuntan yang kuat untuk menahan tekanan dari berbagai pihak untuk menjaga kepercayaan publik. Dalam hal ini, etika dan agama diperlukan untuk membentuk karakter individu akuntan (Nyoman Ari Surya Dharmawan, 2008).

Dr. KH. Zakky Mubarak dalam kajiannya mengungkapkan salah satu hikmah mengamalkan puasa Ramadhan adalah menjaga sikap jujur ​​dan tekun membela keadilan dan kebenaran. Pada dasarnya puasa menuntut kejujuran dari orang yang mengamalkannya, baik jujur ​​terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Tanpa kejujuran tidak akan ada ibadah puasa karena ibadahnya tulus dan tidak ada kontrol atas orang lain.

Allah SWT memerintahkan kepada kita agar menegakkan kejujuran, kebenaran dan keadilan sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-Maidah, [5]: 8).

Ayat itu memberi tahu kita untuk (1) Selalu membela kejujuran dan kebenaran hanya demi Tuhan. Artinya kita bertindak jujur ​​dan membela kebenaran, kita tidak menginginkan keuntungan materi atau kemewahan duniawi lainnya, kita hanya menginginkan Allah SWT (2) Jika kita adalah saksi yang adil, kita harus siap menjadi saksi yang adil ketika kita diminta untuk bersaksi untuk menjelaskan hal itu. Kita harus selalu diundang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang benar dan jujur. (3) Jangan membenci kaum, mendorong kita untuk melakukan kejahatan. Pembuatan hukum harus selalu berlandaskan pada keadilan, baik dicintai maupun dibenc

Bulan Ramadhan adalah bulan yang suci dan penuh berkah. Di bulan ini kita dituntut untuk bersikap jujur dan bisa menahan hawa nafsu baik nafsu batiniyah maupun lahiriyah. Hal ini sangat berkaitan dengan kode etik Akuntan. Karna dalam kode etik akuntan, kita juga dituntut untuk bersikap jujur dan tidak melakukan kecurangan demi kepentingan pribadi. Sudah seharusnya kita memanfaatkan bulan ini sebagai penguat kode etik Akuntan dengan cara mendalami ilmu agama. Agama memengaruhi tujuan, pilihan, motivasi, tujuan, dan kepuasan orang. Pengaruh ini memainkan peran dominan dalam membentuk sikap etis dan perilaku individu (Iannaccone, 1998; Noland, 2005). Agama dibandingkan dengan blok bangunan dari dunia kognitif individu. Johnson dkk. (2001) dan Weaver dan Agle (2002) mendefinisikan religiositas sebagai komitmen seseorang terhadap agama dan ajarannya, yang tercermin dalam sikap dan perilaku seseorang. 37s

Ramadhan menjadi ajang untuk meningkatkan dan menguatkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan dalam diri seseorang (Aras Prabowo, 2023). Sekaligus memperkuat prinsip kode etik Akuntan seperti integritas, objektivitas, tanggung jawab, perilaku profesional, serta mendahulukan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi. Kode etik Akuntan dapat dikuatkan dengan menjalankan ibadah puasa dan mendalami ilmu agama agar seorang Akuntan mampu memperkuat iman dan takwanya dalam menghadapi dan mengerjakan pekerjaannya. Sehingga seorang Akuntan mampu mengerjakan pekerjaannya dengan amanah sesuai dengan kode etik Akuntan dan mendapatkan pahala di bulan suci Ramadhan ini serta mampu membuktikan kepada masyarakat bahwa profesi Akuntan bukanlah profesi yang buruk karena pada hakikatnya seorang Akuntan sudah diajarkan tentang kode etik Akuntan dan diwajibkan untuk menjalankan kode etik tersebut.

Oleh: Sintia Nur Afifah, Mahasiswi Akuntansi, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini