Jakarta – Kemajuan bisnis di era globalisasi harus didukung oleh etika bisnis, namun selain fakta bahwa etika bisnis adalah nilai etika perilaku yang juga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan bisnis. Oleh karena itu dalam dunia bisnis interaksi berbagai pihak internal dan eksternal tidak dapat dihindari dan justru dalam interaksi inilah etika bisnis yang sangat dibutuhkan. Aturan etika sangat penting dalam kehidupan bisnis sebagai nilai moral yang diciptakan perusahaan dalam pengelolaan perusahaan. Semakin diapresiasi, semakin terbuka peluang kerjasama dengan pihak lain. Dukungan masyarakat merupakan salah satu faktor kemajuan usaha yang dapat diperoleh masyarakat dengan menunjukkan perilaku etis.
Penguatan kode etik selama bulan Ramadhan, yang merupakan bulan suci dalam agama Islam, sangat penting untuk memastikan pelaksanaan yang benar dan bermakna dari ibadah, serta untuk mempromosikan nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik sendiri merupakan seperangkat aturan atau prinsip yang mengatur perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam suatu konteks tertentu. Bulan Ramadhan, yang merupakan bulan suci dalam agama Islam, memiliki nilai-nilai spiritual, sosial, dan etis yang penting bagi umat Muslim. Oleh karena itu, penguatan kode etik selama bulan Ramadhan dapat menjadi hal yang relevan untuk dipertimbangkan. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk memperkuat kode etik selama bulan Ramadhan:
1. Ketaatan pada aturan puasa: Salah satu aspek utama bulan Ramadhan adalah puasa, di mana umat Muslim diwajibkan untuk menahan diri dari makan, minum, dan perilaku tidak senonoh dari fajar hingga matahari terbenam. Penguatan kode etik selama bulan Ramadhan melibatkan ketaatan yang penuh terhadap aturan-aturan puasa, termasuk menghindari perilaku yang dapat merusak kesucian ibadah, seperti makan atau minum secara sembunyi-sembunyi.
2. Penghormatan terhadap sesama: Bulan Ramadhan juga merupakan waktu yang baik untuk meningkatkan penghormatan terhadap sesama, termasuk dalam ucapan, perilaku, dan tindakan. Menghargai dan menghormati orang lain, terlepas dari latar belakang agama, suku, atau budaya mereka, merupakan nilai penting dalam Islam. Oleh karena itu, penguatan kode etik selama bulan Ramadhan mencakup perilaku yang sopan, ramah, dan menghormati hak-hak orang lain.
3. Kejujuran dan integritas: Kejujuran dan integritas adalah nilai-nilai yang dianjurkan dalam Islam sepanjang tahun, dan penguatan kode etik selama bulan Ramadhan harus mencakup komitmen yang kuat terhadap kejujuran dan integritas dalam segala hal. Ini termasuk berbicara jujur, berperilaku jujur, dan menghindari perilaku curang atau penipuan dalam bisnis, kerja, dan interaksi sosial lainnya.
4. Kepedulian sosial: Bulan Ramadhan juga mengajarkan nilai-nilai empati dan kepedulian sosial kepada sesama, terutama kepada mereka yang kurang beruntung. Penguatan kode etik selama bulan Ramadhan melibatkan berbagi dengan mereka yang membutuhkan, memberikan sedekah, dan berpartisipasi dalam kegiatan amal untuk membantu mereka yang membutuhkan. Ini juga termasuk menjaga lingkungan bersih, menghindari pemborosan, dan mengurangi konsumsi yang berlebihan.
5. Pengendalian diri: Pengendalian diri dan kemampuan untuk mengendalikan nafsu dan emosi merupakan nilai penting dalam Islam, terutama selama bulan Ramadhan. Penguatan kode etik selama bulan Ramadhan melibatkan latihan pengendalian diri yang lebih baik, termasuk menghindari kemarahan, gosip, atau perilaku impulsif lainnya yang dapat merusak hubungan dan mencemarkan suasana bulan Ramadhan.
7. Kebijaksanaan dalam penggunaan media sosial: Penggunaan media sosial yang bijaksana harus memperhatikan hal-hal penting agar tidak terjadinya kesalahan dalam bermain media sosial pada era saat ini.
Penting untuk diingat bahwa penguatan kode etik di bulan Ramadhan dapat bervariasi dan sangat tergantung pada konteks, nilai, dan pandangan individu atau kelompok. Adapun sikap terbaik adalah menghormati keberagaman pandangan dan keyakinan masyarakat serta menjaga sikap saling menghormati, toleransi, dan pemahaman dalam menghadapi perbedaan pendapat.
Oleh: Laras Sapitri, Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta.