Menanti Pengunkapan Pungli di Rutan KPK

0
222

Jakarta – Perkembangan teknologi dan informasi sebagai dampak globalisasi pada masa kini membawa pengaruh yang sangat besar pada kehidupan dan beradaban manusia. Kemajuan yang membawa pengaruh besar, ini juga telah merangsang pikiran-pikiran manusia untuk terus berinovasi yang dampaknya bisa positif dan negatif. Sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi tersebut juga berdampak pada lahirnya bentuk – bentuk kejahatan baru maupun berevolusinya bentuk kejahatan lama dengan modus – modus operandi baru, tidak terkecuali Tindak Pidana Korupsi.

Baru-baru ini sedang heboh berita tentang kasus kejahatan kerah putih yang dilakukan oleh para pejabat. Pungli (Pungutan Liar) merupakan salah satu bentuk dari Tindak Pidana Korupsi, bisanya bentuk kejahatan ini lakukan oleh para oknum pejabat, PNS, termasuk dalam hal ini yang berprofesi sebagai Kepala Desa pada beberapa kabupaten/kota, yang melakukan Tindak Pidana Korupsi dengan modus melakukan Pungutan Liar (Pungli) pada program -program kerja pemerintah. Hal ini mereka lakukan atas dasar kepentingaan pribadi atau golongan.

Seperti berita yang baru-baru ini heboh di dunia maya, dimana para oknum petugas KPK terduga melakukan Pungli (pungutan Liar) senilai Rp.4 miliar yang terungkap di rumah tahanan KPK beberapa waktu lalu. Motif dibalik praktik pungli oleh petugas rutan KPK ini diduga terkait penerimaan uang sebagai imbalan. Uang tersebut yang diberikan kepada petugas untuk memberikan fasilitas khusus kepada tahanan yang tersanngka kasus korupsi yang ditahan di dalam rutan. Diantara fasilitas-fasilitas yang diminta oleh para tahanan yaitu, ruang gerak yang lebih luas, makanan, dan komunikasi dengan keluarga.

Maka, dari kasus ini Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengambil tindakan tegas, dengan cara memberhentikan sementara puluhan petugas KPK terkait kasus Pungutan Liar ini. Keputusan ini diambil dalam upaya KPK untuk menangani serius kasus tersebut.

Kasus pungli di rutan KPK ini merupakan tindakan yang tidak etis, dan hal ini akan mengakibatkan menurunnya kepercayaan masyarakat pada lembaga KPK. Ketua Program Studi Akuntansi UNUSIA mengungkapkan “KPK harus meningkatkan pengawasan dalam internal mereka, jangan ada titik buta management control system (MCS) yang berujung pada perilaku tidak etis bahkan pidana. KPK sebagai lembaga independen harus menjaga trust nya kepada masyarakat.”

Oleh karena itu, untuk memberantas pungutan liar, pemerintah membentuk suatu lembaga sesuai dengan amanat Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli). Peraturan tersebut merupakan tindakan nyata dalam pemberantasan Pungutan Liar oleh pemerintahan Joko Widodo dalam rapat koordinasi dengan Gubernur seluruh Indonesia di Istana Negara. Keluarnya Perpres No: 87 Tahun 2016 tersebut sebagai langkah kebijakan pidana yang mengandung esensi bertentangan dengan legalitas formal serta materiil. Memenuhi sifat melawan hukum dalam arti formil karena telah nyata berbentuk aturan berupa Perpres, sedangkan sifat melawan hukum dalam arti materiil mesti mengandung unsur-unsur perbuatan tercela, sangat merugikan masyarakat, bertentangan dengan etika, moral, kebiasaan serta menyalahi ajaran agama. Apabila dimasukkan unsur-unsur formal dan materiil diatas dikaitkan dengan perbuatan pungli tersebut adalah sangat memenuhi unsur-unsur sebagai tindak pidana. Menurut pendapat hukum unsur formil dan materil suatu perbuatan pidana mesti memenuhi syarat formil berupa diatur oleh Undang-Undang/Peraturan dan unsur materiilnya merugikan masyarakat luas.

Satgas Saber Pungli berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Satgas Saber Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Perpres juga menegaskan, masyarakat dapat berperan serta dalam pemberantasan pungutan liar, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media elektronik atau non elektronik, dalam bentuk pemberian informasi, pengaduan, pelaporan, dan/atau bentuk lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bila masyarakat aktif akan banyak laporan terkait pungli pada pelayanan publik, baik di pusat maupun daerah. Partisipasi publik dipercaya menentukan keberhasilan pemberantasan pungli. Menghapuskan pungli dari Indonesia bisa memberikan kepercayaan bagi investor, dan masyarakat jadi percaya hukum dapat ditegakkan.

Oleh: Sindi Prihatini, Mahasiswi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini