Jakarta – Munculnya kejahatan dalam banyak wajah menampilkan berbagai opera atau peran politik yang tidak hanya mendera kebersamaan, tetapi juga pada dirinya mengilangakan atau menihilkan tanggung jawab moral pribadi. Berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan para petinggi bangsa negara Indonesia sebenarnya menurut saya itu menggambarkan kualitas peta perpolitikan kita yang terus berada di titik nadir. Kita mungkin merasa putus asa dengan aneka masalah di sekitar kita yang di buat oleh pemerintah atau petinggi negara. Sayang, semua masalah itu diperparah dengan berbagai mafia di berbagai instansi pemerintahan yang notabene adalah pion- pion penggerak kesejahteraan rakyat.
Kejahatan kerah putih sendiri atau sebutan dalam bahasa Inggris ialah (white collar crime) adalah istilah temuan Hazel Croal untuk menyebut berbagai tindak kejahatan di lembaga pemerintahan yang terjadi, baik secara struktural yang melibatkan sekelompok orang maupun secara individu. Hazel Croal mendefinisikan kejahatan kerah putih sebagai penyalahgunaan jabatan yang legitim sebagaimana telah ditetapkan oleh hukum.
Umumnya, atau bisa di sebut sebagai skandal kejahatan kerah putih sulit dilacak karena dilakukan pejabat yang punya kuasa untuk memproduksi hukum dan membuat berbagai keputusan vital atau dengan sendirinya. Kejahatan kerah putih terjadi dalam lingkungan tertutup, yang memungkinkan terjadinya sistem patronase.
Kejahatan kerah putih sungguh memasung dan membodohi rakyat. Rakyat yang tidak melek politik akhirnya pasrah apalagi masyarakat yang tidak mengerti dengan lika liku politik negara kita ini, mungkin saya sebagai mahasiswa yang lebih memahami perlunya untuk bersosialiasi ke masyarakat menengah ke bawah yang kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam pendidikan, perlunya untuk supaya masyarakat tidak berpasangan dengan ke adaan kalau masyarakat tidak mengetahui kejahatan kera putih nnti akibatnya kepasrahan masyarakat dan ini justru kian membuat para pejabat menggagahinya atau semena”.
White collar crime dibedakan dari blue collar crime. Jika istilah white collar crime ditujukan bagi aparat dan petinggi negara, blue collar crime dipakai untuk menyebut semua skandal kejahatan yang terjadi di tingkat bawah dengan kualitas dan kuantitas rendah. Namun, kita juga harus tahu, kejahatan di tingkat bawah juga sebuah trickle down effect. Maka, jika kita mau memberantas berbagai kejahatan yang terjadi di instansi pemerintahan, kita harus mulai dari white collar crime, bukan dari blue collar crime.
Adalagi yang menyebakan terjadinya kejahatan kerah putih ialah Rapuhnya atau lemahnya hukum di negara kita.
Di Negara kita, yang namanya kejahatan kerah putih sudah menjadi berita biasa yang sering didengar, dilihat, dan dialami. Kejahatan kerah putih di negara yang tidak pernah jera merampas uang rakyat, menindas, dan mendurhakai rakyat diglorifikasi dengan lemahnya tampilan penegak hukum di Tanah Air.
Kejahatan kerah putih yang endemik dan sistemik di negara kita adalah produk dari lemahnya tampilan penegak hukum. Tidak terlalu salah jika kita mengatakan, kejahatan kerah putih di negara ini adalah karakter dari bangsa yang begitu permisif dan kompromis. Hukum dengan mudah diperjualbelikan dengan harga kompromi.
Rakyat tetap terpuruk dalam kawah krisis dan kemiskinan yang terus melilit hidupnya. Kejahatan kerah putih berjalan sendiri dan menetapkan kebijakan sejauh dapat memberikan peluang kepadanya untuk terus melestarikan eksistensinya.
Salah satu pokok mengapa kejahatan kerah putih di negara kita yang tampil dengan banyak wajah sehingga sulit diberantas adalah karena esensi kedaulatan rakyat tidak pernah ditegakkan. Kedaulatan hanya terwujud lima tahun sekali dalam momentum pemilu. Di lain pihak tidak ada empati politik dari para politisi dan pemegang kekuasaan pada negara membuat kejahatan kerah putih terus berparade dan meneriakkan slogan suci dari mulut dan hatinya yang kotor.
Pertanyaannya, apakah pemerintah mampu memberantas para bandit “Negara koruptor” Negara bahkan pantas untuk di sebut tikus Negara yang kini masuk sistem politik, ekonomi, dan hukum, bahkan meluas ke semua bidang kehidupan?
Kita tentu akan lari ke peran hukum. Apakah hukum mampu ditegakkan? Negara yang demokratis harus ditopang oleh hukum yang adil. Hukum yang adil adalah penjamin hak-hak demokratis seluas-luasnya.
Sejatinya, demokrasi adalah sebentuk prosedur yang memaksa kerja sama politik secara konstitusional, salah satunya negara hukum adalah negara Indonesia tetapi hukum masih tidak sejalan dengan pelaksanaan masih banyak pemerintahan yang mau di suap bekerjasama dengan pihak lain untuk menghasilkan kepentingan pribadi.
Demokrasi tidak hanya terletak pada kehendak umum, tetapi juga sebuah strategi dalam kerja sama politik. Sejatinya politik oleh Foucault dilihat sebagai cara ampuh untuk saling memeriksa dan menyeimbang sehingga tidak ada dominasi yang melahirkan kejahatan kerah putih.
Oleh: M. Ridho Malik Ibrahim, Mahasiswa Akuntansi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta.