Lebong – Pasca penandatangan MoU dan penyerahan Surat Kuasa Khusus (SKK) antara Bupati Lebong dengan Prof. Dr. Yusril Izha Mahendra, S.H., M.Sc di Jakarta Jum’at (13/01/23) yang lalu. Hal itu mendapat respon dari pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Direktur Politik Dalam Negeri (Poldagri) Kemendagri, Syarmandani menilai permasalahan yang terjadi bukanlah didasari sengketa. Ia meminta Pemerintah Daerah untuk membuka kembali dokumen Surat Keputusan Tapal Batas (Tabat) yang telah ditetapkan Kemendagri sehingga jelas tanpa ada sengketa yang harus dibahas.
“Silahkan selesaikan dengan musyawarah tanpa melibatkan publik atau masyarakat sehingga memicu konflik baru,” kata Syarmandani. Jumat, 20 Januari 2023.
Respon tersebut timbul akibat adanya upaya hukum yang dilakukan Bupati Lebong Kopli Ansori kepada kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, Kemendagri menilai adalah langkah yang salah.
Syarmandani meminta agar Kepala Daerah melakukan penyelesaian Tabat dengan bijak dan musyawarah tanpa perlu melibatkan masyarakat sipil. Sesuai dengan Permendagri Nomor 20 tahun 2015 tentang Batas Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Lebong, wilayah tersebut telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat masuk dalam wilayah administrasi Pemkab Bengkulu Utara.
“Ketika sudah ada keputusan Kemendagri, tak perlu lagi ada langkah hukum,” sampainya.
Ia pun mendelegasikan Gubernur Bengkulu untuk memimpin penyelesaian Tabat, ia percaya dengan adanya Gubernur, tak perlu ada lagi pembanding ataupun gugatan yang disampaikan ke Kemendagri maupun ke jalur hukum administrasi.
Ia juga berharap tokoh daerah bijak menanggapi hal itu dan memilih jalur musyawarah ketimbang menempuh upaya hukum sehingga masyarakat sekitar tidak terdampak oleh persoalan administrasi dan pelayanan publik hingga konflik sosial.
“Ini wilayah administrasi antar Kabupaten, bukan antara negara. Jadi tak perlu ngotot memperjuangkan mati-matian. Jadi silahkan ikuti aturan mainnya, ikuti aturan yang sudah ditetapkan Kemendagri,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Garbeta Provinsi Bengkulu, Dedi Mulyadi ketika diminta tanggapannya, terkait pernyataan Direktur Poldagri Kemendagri.
Menurut Dedi, yang disampaikan oleh Direktur Poldagri Kemendagri, Syarmandani hanya lelucon dan bisa kita sebut itu hanya omong doang. Karena upaya mediasi sudah sering kali dilakukan bahkan berulang-ulang kali.
“Garbeta dari tahun 2017 hingga sekarang fokus dan konsisten terkait persoalan Tabat antara Lebong dan Bengkulu Utara. Kita sudah sering melakukan permohonan dan pendampingan mediasi baik itu di pemerintah Provinsi Bengkulu, maupun di Kemendagri,” tegas Dedi.
Dedi mengatakan, tanggal 16 Maret 2018 kita pernah difasilitasi Gubernur Bengkulu melakukan audensi ke Kemendagri di ikuti oleh Pemkab Bengkulu Utara dan Pemkab Lebong dan diterima langsung oleh Dirjen Administrasi Kewilayahan (Diradwil), Eko Subowo agar persoalan Tabat bisa diselesaikan dengan cara musyawarah bahkan upaya ini pun hingga hari ini tidak ada kejelasan.
Ia melanjutkan, tanggal 14 November 2022 pihaknya kembali mendampingi Pemkab Lebong memenuhi undangan audensi di Kemendagri dan diterima oleh Direktorat Toponimi dan Batas Daerah, Wardani, kesempatan itu tidak ada kepastian terkait penyelesaian Tabat. Bahkan Wardani menyarangkan jika Pemkab Lebong merasa dirugikan silahkan menggugat secara hukum.
“Ada dua opsi yang disampaikan oleh Wardani, opsi pertama mediasi (eksekutif review) jika opsi pertama gagal maka silahkan lakukan opsi kedua menggugat secara hukum (yudisial review),” tutup Dedi. (ABE/PMS20)