Pentingnya Aspek Spiritual dalam Mensukseskan Pemilu yang Jujur dan Berkeadilan

0
153

Bengkulu – Pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), merupakan bentuk pertanggungjawaban kebutuhan dan tuntutan bersama masyarakat Indonesia yang dilakukan melalui parlemen atau DPR. Hal ini dimaksudkan untuk merestorasi dan memiliki lembaga yang independen dalam mewujudkan pemilu yang bebas, adil dan merata (free and fair election) di Indonesia.

Lahirnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebagai sebuah lembaga pemilihan umum telah di atur dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 22E ayat (5) yang berbunyi, “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, mandiri dan independen.”
Sementara itu, untuk pemilu yang jujur dan adil adalah amanat untuk seluruh rakyat Indonesia yang termuat dalam perundang-undangan negara nomor 10 tahun 2008.

Karenanya, KPU memiliki tanggung jawab yang besar terhadap seluruh penyelenggaraan dan pelaksanaan pemilu di Indonesia. Hal ini berlaku sesuai dengan ketetapan dan ketentuan peraturan KPU nomor 3 tahun 2022 tentang, “Penyelenggaraan program, tahapan dan jadwal pemilu secara serentak.”

Adapun penterjemahan tentang Asas Pemilu yang Luber dan Jurdil dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, yang dimaksud dengan Asas Langsung adalah rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya tanpa perantara, titipan atau karena pesanan, sehingga hak suaranya dapat diberikan secara langsung. Kedua, asas Umum adalah, pemilihan dilaksanakan oleh warga negara tanpa dilekatkan atau dikenai diskriminasi berdasarkan suku, agama, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial. Ketiga,
Asas Bebas adalah hak suara yang diberikan sesuai kehendak hati nurani si pemilih tanpa tekanan dan tanpa paksaan dari siapapun serta keamanannya dijamin langsung oleh negara. Keempat, asas Rahasia adalah bahwa pilihannya hanya pada dirinya sendiri dan dijamin tidak diketahui oleh pihak manapun.

Berikutnya adalah Asas Jujur yang maksudnya, tentang segala keadaan pemilihan dari si pemilih, berlangsung sesuai keadaannya dan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan asas adil itu sendiri dimaksudkan bahwa, setiap pemilih dan peserta pemilu mendapatkan perlakuan sama, berlaku sama dan dijamin bebas dari kepentingan atau kecurangan pihak manapun. (Penjelasan UU No.10 Th. 2008).

Besarnya pekerjaan dan pengaruh pemilu bagi kondusifitas politik masyarakat dan bangsa serta terciptanya stabilitas dan suksesnya penyelenggaraan pemilu sebagaimana asas diatas, dibutuhkan aspek spiritual yang merata bagi seluruh penyelenggara pemilu. Aspek spiritual juga biasa disebut sebagai aspek rohani (mental-jiwa) yang terkait dengan pengelolaan akal budi yang meliputi emosi dan karakter tinggi rendahnya keadaan seseorang dalam melakukan suatu aktifitas, terutama terhadap pengelolaan pekerjaan yang besar terhadap negara.

Terkait dengan aspek spiritual ini, para pakar menyebutnya sebagai suatu pemahaman keadaan diri yang harus dimengerti sebagai sebuah kecerdasan jiwa (diri yang peka) tentang apa yang dimiliki dan dikerjakan serta dampak yang berkembang bagi orang banyak yang terdapat dari diri seseorang yang tengah melakukan pekerjaannya.

Zohal dan Marshall (2001), memandang aspek spiritual sebagai, “Kemampuan dalam menyelesaikan masalah, memilih sikap dengan benar, sehingga keadaan hidupnya lebih bermakna.” Iskandar (2009), menyebutkan kecerdasan spiritual sebagai sebuah “Kecakapan seorang dalam berprilaku, di depan norma nilai dan tuntunan kualitas hidup.” (Deepublish store.com, Yusuf aziz th. 2022).

Artinya aspek spiritual amat sangat dibutuhkan untuk menunjang tumbuhnya jiwa dan kepribadian seseorang agar menjadikannya terbuka, bermakna dan dapat memberikan pandangan yang lurus, fokus dan berkeadilan dalam setiap pekerjaan yang digelutinya.

Aspek spiritual ini sangat dibutuhkan bagi seluruh penyelenggara, agar menjadi pribadi yang tangguh, berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan dan mampu menepis atau menghilangkan tekanan dan rongrongan kepentingan politik dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Aspek spiritual mampu menjadikan penyelenggara selalu berpegang pada asas Luber dan Jurdil dalam mengawal terselenggaranya pemilu secara baik, benar dan menghasilkan proses politik yang berkeadilan sesuai dengan tuntutan seluruh lapisan masyarakat dan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Untuk itu, perlu diadakannya pendidikan dan pelatihan spiritual secara khusus bahkan bila perlu berkelanjutan untuk meningkatkan kekuatan, ketangguhan dan keseimbangan jiwa dan pikiran agar tetap konsisten dalam bekerja di tengah kesibukan melayani pesta demokrasi yang begitu besar dengan menghadapi berbagai tantangan yang menjadi selimut kepentingan politik dalam hidup berdemokrasi di Indonesia.

Edukasi spiritual ini, akan sangat membantu seluruh proses penyelenggaraan pemilu, baik itu Pilpres, Pileg, Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Apalagi seluruh proses tersebut, melibatkan penyelenggara pemilu seperti DKPP, KPU dan Bawaslu secara keseluruhan.
Sebagai penyelenggara, KPU memiliki jajaran yang bersifat permanen. Dari KPU Pusat, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN, sebagaimana
tercantum dalam ketentuan pasal 6 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017, tentang Pemilihan Umum.

Dengan terangnya strukturisasi jajaran penyelenggara pemilu tersebut, dan dengan besarnya tanggung jawab yang diemban untuk masyarakat, bangsa dan negara, perlu adanya standarisasi dan aspek spiritual yang kuat dalam proses penyelenggaraan pemilu, agar semua yang menjadi keluarga besar penyelenggara pemilu mampu menyelenggarakan pemilihan dengan profesional, berintegritas akuntabel dan memiliki spiritual yang tinggi terhadap suksesnya penyelenggaraan pemilu.

Selanjutnya untuk sekarang dan masa yang akan datang diperlukan suatu panduan teknis spiritual yang di sahkan melalui mekanisme undang-undang kepemiluan untuk lebih menguatkan struktur kelembagaan dan keanggotaan penyelenggara di setiap tingkatan dalam melakukan tata kelola dan pekerjaan penyelenggaraan pemilu.

Pada akhirnya, aspek spiritual ini dapat melahirkan penyelenggara pemilu yang memiliki jiwa dan mental yang kuat dalam mencintai pekerjaannya sebagai penyelengara negara.
Setiap penyelenggara akan memiliki kepribadian yang kuat, berkarakter hukum yang jelas, mempunyai integritas, terbuka, profesional dan proporsional menjalani tugasnya demi mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan berkeadilan terhadap masyarakat dan negaranya.

Penulis: Y u r m a r t i n
– Penggiat Edukasi dan Sosial-Keagamaan Bengkulu

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini