Arga Makmur – Komisi III DPRD Bengkulu Utara rapat dengar pendapat (RDP) bersama PT. Sandabi Indah Lestari (SIL), Dinas Lingkungan Hidup dan pihak manajemen SIL mengakui pihaknya telah memanfaatkan kawasan register 71 Air Bintunan dengan dalih telah mendapatkan restu dari pusat, serta karena telah diturunkan statusnya menjadi Hutan Produksi Konversi (HPK). Senin, 26 September 2022.
Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III, Pitra Martin dan didampingi Sekretaris, Agus Riyadi. Membahas persoalan beberapa dokumen legalitas PT. SIL yang sempat tertunda diserahkan pada rapat sebelumnya.
Pitra Martin menegaskan, berdasarkan pada izin lokasi yang ditandatangani oleh Bupati Bengkulu Utara, kebun utama PT. SIL dengan Nomor HGU 52 dan 62 itu seluas 3400 Ha. Dokumen lingkungan yang digunakan seharusnya AMDAL. Namun, nyatanya SIL masih menggunakan UKL-UPL.
Komisi III menyentil persoalan HGU yang bersinggungan dengan kawasan register 71 Air Bintunan, pihak SIL pun mengakui bahwa mereka telah memanfaatkan lahan kawasan yang dimaksud. Mereka berdalih telah mendapat restu pusat dan juga kawasan register 71 telah diturunkan statusnya menjadi Hutan Produksi Konversi (HPK).
“Kita manfaatkan seluas 628 Ha,” ujar General Manager Kebun PT. SIL Heru.
Lalu ditambahkan oleh Senior Manager Legal PT. SIL, Petrus Silaban, pihaknya merupakan salah satu dari 140 perusahaan se-Indonesia yang tertera dalam surat sekretariat jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mendapatkan persetujuan memanfaatkan kawasan hutan melalui skema PP No. 24 tahun 2021.
“Kita sedang menunggu keputusan pemerintah perihal kewajiban melakukan pembayaran pendapatan negara non pajak (PNBP) atas register 71,” dalih Petrus.
Kemudian saat ditanyakan detil sejak kapan SIL diperbolehkan memanfaatkan register 71 beserta dokumen legalitasnya. Petrus Silaban pun mulai berkilah.
Dinas Lingkungan Hidup Terkesan Tidak Jujur
Menariknya, saat Ketua Komisi III mempertanyakan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup atas pelaksanaan dokumen lingkungan, dan monitoring batas wilayah. Pihak DLH terkesan tertutup, bahkan beberapa kali mencoba mengubah fokus pembicaraan.
“Kami hanya mengawasi yang di dalam (lahan SIL. Red). Soal yang diluar batas itu ada pihak lain yang berwenang mengawasi,” ungkap Alfian.
Tampak hadir dalam RDP tersebut, beberapa anggota Komisi III, General Manager Kebun SIL, GM Pabrik, Mill Manager, HSE dan beberapa perwakilan Dinas Lingkungan hidup. (PMS20/Adv)