Bengkulu – Meskipun secara prosedural tahapan pemilu sudah ada diatur dengan UUD 1945 beserta turunannya dan menunggu detik-detik lahirnya PKPU tahapan pemilu 2024, sangat relevan jika masyarakat harus terus diberikan tentang pengetahuan dan pendidikan politik agar tujuan pemilu secara substansi bisa tercapai. Karena memang persoalan politik itu sendiri tidak bisa terlepas dari dinamikanya terutama di tengah-tengah masyarakat.
Sekarang, dengan era digitalisasi yang telah menembus langit serta era milenialisme yang berkembang pesat, peran negara harus lebih signifikan. Karena harus menjaga stabilitas sosial politik masyarakat yang sesuai dengan amanah Pancasila dan UUD 1945.
Jika tidak, maka negara akan diajarkan oleh masyarakatnya tentang kebutuhan sosial politiknya dalam berbangsa dan bernegara.
Hasan Langgulung (1992: 3) seorang pakar pendidikan melihat pentingnya tujuan pendidikan dari segala aspek, tak terkecuali politik. Ia menyebutkan bahwa pendidikan, “…mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tetap terpelihara. Nilai-nilai itu bermacam-macam yakni intelektual, seni, ekonomi, politik dsb.”
Karena itu, menurutnya, maju mundurnya perkembangan suatu masyarakat sangat bergantung pada pandangan hidup yang mereka miliki terhadap pendidikan.
Dengan demikian, untuk persoalan sosial politik masyarakat memang harus betul-betul diberikan pengetahuan yang cukup melalui media pendidikan politik, agar perputaran demokrasi yang terjadi dengan perubahan gerak kebutuhan dunia yang begitu cepat tidak menjadi pemberangusan martabat serta memproduksi kejumudan diri.
Diluar sana, organisasi masyarakat seperti LSM-LSM dan sejenisnya, telah melakukan advokasi sosial dan politik dengan melakukan pendampingan untuk memberikan pengetahuan dan pembelajaran politik di masyarakat seperti JPPR, Netfid, perludem dan masih banyak lagi yang lainnya. Memperkuat hak-hak sipil serta mengatur ruang-ruang kerja sosialnya dalam rangka kemajuan bersama membangun bangsa.
Pelatihan-pelatihan politik dan kerja-kerja sosial memang berimplikasi pada terbentuknya pribadi positif dalam memandang politik dan perubahan sosial dalam hidup berdemokrasi. Karena itu keterlibatan dalam pendidikan politik tidak hanya dilakukan oleh masyarakat sipil tapi harus dilakukan semua elemen seperti birokrasi, praktisi partai politik, ormas, okp dan aktifis masyarakat sampai kepada penyelenggara pemilu.
Dengan melihat kondisi politik yang terus berjalan saat ini, memang masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi. Masih banyak harus melibatkan SDM yang handal dan memadai.
Terutama bagi praktisi politik dan penyelenggara pemilu dapat menjadikan ini sebagai pekerjaan besar untuk menunjukkan kualitas dan kapabilitas dalam penyelenggaraan pemilu agar pemilu terlaksana secara prosedural serta tercapai tujuan pemilu secara substansial.
Bagi penyelenggara yang memang khusus menangani proses politik yang terjadi di semua tingkatannya, sudah harus lebih selektif dan produktif, memiliki edukasi politik yang luas dan mampu memberikan pembelajaran yang mapan terhadap seluruh masyarakat, khususnya masyarakat di daerah tertentu yang belum memahami proses politik dalam lingkup sosialnya.
Dalam beberapa kemungkinan, kasus daerah yang jangkauannya sudah diketahui tapi belum tersentuh, bisa saja terjadi karena tingkat kepedulian pelaku politik atau penyelenggara yang masih kurang empati.
Terkhusus bagi penyelenggara, tidak hanya harus memahami aturan-aturan saja, tetapi harus berimbang dengan implementasi politik dan perilakunya di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu, penyelenggara pemilu harus juga dikuatkan dengan fasilitas bekerja yang mumpuni, agar pertanggungjawaban dapat sesuai dengan apa yang dilakukan. Khususnya demi terselenggaranya pemilu yang demokratis, berkeadilan dan merata dalam melakukan pelayanan bagi peserta dan pemilih.
Kondisi atau suasana demokratis ini sudah harus diciptakan dari sekarang, agar penguatan politik secara menyeluruh dapat dirasakan oleh masyarakat dengan tingkat kepercayaan yang penuh terhadap penyelenggara pemilu dan juga menghasilkan legitimasi yang tinggi terhadap produk pemilu berupa penyelenggara negara.
Sedangkan secara hukum, UU Nomor 07 Tahun 2017, Kompilasi UU Nomor I Tahun 2015, UU 8 Tahun 2015 dan UU 10 Tahun 2016 diterjemahkan melalui PKPU – PKPU, adalah payung besar dan memiliki keterkaitan “wajib” sudah tepat sasaran berkenaan dengan politik dan pemilu.
Itu artinya, mempersiapkan segala sesuatunya untuk kebutuhan politik dan demokratisasi masyarakat sudah dijamin oleh negara.
Baik itu Eksekutif dan Legislatif sebagai pembahas, pengelola dan pemilik aturan kebijakan.
Menyikapi Pemilu 2024, Indonesia telah bergerak maju menjadi sebuah negara yang penuh dengan perubahan. Telah bersiap pula membuka gerbang kemajuan hidup masyarakatnya sampai pada lapisan terbawah, dan itu adalah cita-cita negara untuk mensejahterakan rakyatnya.
Indonesia membutuhkan pemimpin yang tidak hanya pekerja keras tapi mampu dan terus bersinergi terhadap semua elemen baik dalam dan luar negeri, terutama di bidang stabilitas politik.
Karena itu, tidak hanya akses keterbukaan yang dibutuhkan dalam politik, tapi distribusi individu sebagai pelaku dan penyelenggara politik yang berkualitas serta pemerataan kebutuhan kerja yang selaras sangat ditekankan.
Hal ini dimaksudkan agar tidak menyimpang dari cita-cita memajukan masyarakat dan bangsa sesuai semangat Pancasila dan kehendak UUD 1945.
Semoga semangat untuk bekerja demi memajukan masyarakat dan bangsa akan selalu tertanam di dalam dada dan pikiran kita semua.
Oleh: Nazirwan, S.Sos (Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kabupaten Seluma)