Rejangtoday.com – Konsensus hukum tentang penyelenggaraan pemilu di Indonesia, telah diatur secara keseluruhan di dalam UU Nomor 07 Tahun 2017. Konsensus ini dituangkan agar tercipta proses politik yang terbuka, adil, merata, dan transparan. Berpartisipasi membangun stabilitas dan kemajuan politik dengan memiliki pemahaman yang terarah. Baik sebagai pelaku politik langsung, penyelenggara, terutama masyarakat sebagai pemilik kedaulatan utama di dalam proses politik.
Sebagai penyelenggara Pemilu, tuntutan Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017 dengan seluruh turunannya, sudah meliputi kewenangan lembaga penyelenggara, partai politik sebagai peserta, dan masyarakat sebagai pemilik kedaulatan politik secara individual “one man one vote”, dalam menentukan kerja-kerja pelayanan politik yang akan dimulai sejak 14 Juni 2022 mendatang.
Karena itu, diperlukan perencanaan yang utuh mulai dari sosialisasi dengan melibatkan seluruh kelompok masyarakat, pelatihan dan bimbingan teknis untuk sekretariat dan badan adhock, pemutakhiran data pemilih yang akurat, dan teknis penyelenggaraan pemilu. Pemahaman utuh penyelenggara pemilu pada setiap tingkatan tentang regulasi dan tahapan adalah keharusan sebagai bentuk pertanggungjawaban kerja penyelenggara.
Hal ini diperlukan mengingat akan makin kompleknya dinamika pada perhelatan politik yang serba terbuka. Terutama akan menjadikan masyarakat yang semakin terlibat secara aktif, pemuda/mahasiswa, lembaga pemantau, dan platform media sosial yang semakin banyak. Terkhusus media sosial akan menjadi pisau bermata dua, akan menjadi sarana pendidikan politik jika digunakan dengan bijak atau malah mendegradasi proses pendewasaan politik jika dimanfaatkan untuk penyebaran berita bohong (Hoax), kampanye hitam dan ujaran kebencian.
Baca Juga: https://rejangtoday.com/nasional/bengkulu/konsentrasi-utama-menghadapi-pemilu-2024/
Catatan yang hendak disampaikan disini adalah adanya upaya konkrit untuk memaknai ulang keutuhan penyelenggaraan pemilu dengan segala kebutuhannya, terlebih lagi kebutuhan di daerah dengan kearifan lokalnya masing-masing. Sebab daerah dan masyarakat di dalamnya adalah orang yang melakukan penguatan partisipasi politik yang sangat diperhitungkan. Disamping itu menjadi ukuran yang pasti dari tercapai atau tidaknya tingkat kepedulian politik masyarakat dalam skala nasional.
Untuk itu, kebutuhan utama masyarakat di daerah apalagi di pelosok harus segera di antisipasi dan dipersiapkan sedini mungkin. Minimal Jaringan internet harus mengcover daerah terpencil agar tidak tertinggal perkembangan arus informasi meskipun belum dilirik dalam pembangunan jaringan infratruktur lainnya.
Dalam hematnya sebagai penyelenggara proses politik dalam pemilu, setidaknya membutuhkan dua hal yang menjadi paling urgen yang harus dilakukan yaitu edukasi dan sosialisasi secara menyeluruh untuk masyarakat serta fasilitas sarana dan prasarana yang cukup untuk memberikan pelayanan kepada semua pihak. Kedua hal ini harus terfasilitasi sebelum ajang pesta demokrasi berlangsung dan menjadi ukuran konkrit tentang kesiapan dan keberhasilan penyelenggaraan pemilu. Untuk itu, hal penting lainnya yang mencakup pendistribusian sumber daya manusia dan fasilitas yang meliputinya haruslah merata meskipun tetap dengan melihat dan berdasarkan kebutuhan utama masing-masing daerah.
Prinsip yang paling penting dalam proses politik dan penyelenggaraan pemilu adalah transparansi dan keadilan yang terwujud dalam perlakuan yang sama kepada masyarakat, peserta pemilu dan pihak lainnya. Bagi penyelenggara akan mendapatkan tingkat kepuasan tersendiri karena telah memberikan manfaat pelayanan secara terbuka dan menyeluruh di masyarakat karena KPU adalah pelayan untuk semua pihak terkait dalam proses dan tahapan pemilihan umum.
Pada gilirannya, dilakukan atau tidak oleh pemangku kebijakan dan pelaku proses politik di dalamnya, masyarakat tetap akan menemukan pola pencerdasan politik melalui pendidikan yang di dapat secara langsung ataupun tidak langsung. Karena memang sejatinya pendidikan itu memiliki tujuan operasional membangun manusia sempurna yakni, menuntut kemampuan dan keterampilan nyata bagi manusia (peserta didik) agar dapat berbicara, berbuat, berdialog, mengerti, memahami, memajukan dan membangun karya sempurna bagi dirinya sendiri dan orang banyak. ( Nur Uhbiyati, 1997: 41).
Akhirnya, efektifitas politik dalam penyelenggaraan pemilu bagi seluruh bangsa Indonesia ditekankan pada penguasaan prosesnya, pembelajaran dan pengalaman politik yang didapatnya. Bagi penyelenggara, terutama yang berkaitan dengan tata laksana pemilu adalah upaya secara luas untuk mengembangkan pandangan sebagai abdi Pelaksana Regulasi. Membangun sikap politik yang toleran karena berhubungan dengan banyak orang dan kepentingan serta bertanggungjawab terhadap amanah hidup yang tertumpu dipundak dari tugas mulia yang diberikan dan dibebankan oleh negara.
Oleh: Nurhasan, S.H.I (Divisi Perencanaan Data dan Informasi KPU Kepahiang)